
Samarinda – Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur memperjuangkan alokasi Dana Bagi Hasil (DBH) kepada pemerintah pusat agar tak dipangkas dengan argumentasi mengenai dampak ekologis berat yang ditanggung oleh daerah sebagai penghasil sumber daya alam.
“Insyaa Allah ini akan menyampaikan ke pusat terkait dengan kondisi di Kaltim, jadi mudah-mudahan tidak lihat besaran fiskal tapi kebutuhan pembiayaan pembangunan kondisi Kaltim yang masih memerlukan infrastruktur jalan, ekonomi dan seterusnya,” kata Sekretaris Daerah Provinsi Kaltim Sri Wahyuni di Samarinda, Jumat.
Langkah advokasi ini diambil sebagai respons atas adanya potensi pemangkasan transfer dana dari pusat ke daerah yang dapat memengaruhi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Pemangkasan tersebut mencapai Rp5 triliun.
Menurut Sri Wahyuni, argumentasi yang diperkuat adalah fakta bahwa Kaltim menanggung beban lingkungan dan dampak sosial yang signifikan dari berbagai sektor industri ekstraktif yang menjadi sumber utama penerimaan negara.
Oleh karena itu, dana kompensasi yang sepadan sangat diperlukan untuk membiayai pembangunan yang lebih maju dan berkelanjutan, sekaligus untuk mereduksi berbagai dampak negatif yang telah terjadi selama puluhan tahun.
Ia menekankan bahwa pemerintah pusat semestinya tidak hanya melihat besaran fiskal Kaltim yang terkesan besar, tetapi juga melihat kebutuhan riil di lapangan untuk membiayai pembangunan infrastruktur dasar dan ekonomi.
Pemprov Kaltim saat ini pun masih terus melakukan simulasi internal untuk menyesuaikan postur anggaran apabila pemangkasan dana transfer dari pusat benar-benar direalisasikan.
Beberapa opsi yang dipertimbangkan antara lain adalah pengurangan volume pada program-program yang telah direncanakan atau melakukan penyesuaian pada sejumlah kegiatan agar program prioritas tetap dapat berjalan.
Di tengah tantangan fiskal tersebut, Sri Wahyuni menegaskan komitmen Pemprov Kaltim terhadap tata kelola anggaran yang baik dan transparan.
Penerapan Sistem Informasi Pemerintah Daerah Republik Indonesia (SIPD-RI) menjadi instrumen utama untuk mengawal seluruh proses, mulai dari perencanaan, penganggaran, hingga pelaporan secara daring.
Ia berharap sistem digital ini dapat meminimalkan tingkat penyelewengan dan mencegah intervensi dari pihak mana pun dalam penyusunan kebijakan anggaran daerah.
Upaya perjuangan DBH ini, lanjutnya, akan dilakukan secara kolektif bersama dengan para bupati dan wali kota se-Kalimantan Timur untuk menyuarakan aspirasi dan kondisi daerah secara lebih kuat kepada pemerintah pusat.(Fan)