DP3A: Dua kabupaten di Provinsi Kaltim jadi contoh desa ramah anak

Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Provinsi Kalimantan Timur, Noryani Sorayalita sebagai pembicara para Rapat Koordinasi Daerah (Rakorda) PPPA se-Kaltim yang digelar di Sangatta, Kutai Timur (Foto: Diskominfo Kaltim)

Sangatta – Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Provinsi Kalimantan Timur, Noryani Sorayalita mengatakan dua kabupaten di Provinsi Kalimantan Timur yakni Kabupaten Berau dan Kabupaten Paser menjadi pilot project nasional dalam implementasi program Desa Ramah Perempuan dan Peduli Anak (DRPPA).

“Di Kabupaten Paser, dua desa, yakni Desa Songka dan Janju, telah ditetapkan sebagai percontohan DRPPA. Di Kabupaten Berau, yaitu Desa Labanan Jaya dan Labanan Makmur juga menjadi bagian dari program ini,” katanya   di Kutai Timur, Senin.

Pada kesempatan itu, Noryani Sorayalita turut menghadiri Rapat Koordinasi Daerah (Rakorda) PPPA se-Kaltim yang digelar di Sangatta, Kutai Timur.

Soraya menjelaskan kedua Kabupaten tersebut dipilih oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) sebagai pilot project untuk mengimplementasikan DRPPA secara nasional, termasuk melalui relawan Relawan SAPA (Sistem Akomodasi Perlindungan Anak) di tingkat desa.

“DRPPA bertujuan untuk menciptakan lingkungan desa yang ramah dan aman bagi perempuan dan anak-anak, dengan melibatkan berbagai pihak, termasuk keluarga, masyarakat, pemerintah desa, dan pemerintah pusat,” ujarnya.

Ia menyampaikan kepada peserta rapat pentingnya menjadikan Ruang Bersama Indonesia (RBI) sebagai strategi kolektif dalam mewujudkan lingkungan yang inklusif, ramah perempuan, dan peduli anak.

“Kegiatan ini diselenggarakan untuk memperkuat sinergi dan kolaborasi lintas sektor dalam upaya perlindungan serta pemberdayaan perempuan dan anak, sekaligus mendukung agenda nasional menuju Indonesia Emas 2045 di tengah bonus demografi yang sedang berlangsung,” kata Soraya.

Dia menegaskan perempuan dan anak adalah bagian integral dari pembangunan. Oleh karena itu, Pemerintah harus memastikan mereka tidak hanya menjadi objek, tetapi juga subjek dalam setiap proses pembangunan.

Soraya mengungkapkan keprihatinannya terhadap masih tingginya angka kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kalimantan Timur.

Berdasarkan data dari aplikasi Simfoni PPPA, tercatat 3.055 kasus dan 3.298 korban dalam kurun waktu 2022 hingga 2024.

Untuk itu, DP3A Kaltim terus mendorong penguatan program Desa Ramah Perempuan dan Peduli Anak DRPPA).

Ia berharap melalui pertemuan ini dapat menghasilkan kesepahaman bersama dan rencana aksi konkret dari seluruh pemangku kepentingan, termasuk pemerintah, masyarakat, dunia usaha, akademisi, dan media.

“Kita ingin memastikan bahwa suara perempuan dan anak terdengar dalam perencanaan dan evaluasi pembangunan. RBI harus menjadi ruang aman, ruang inklusi, dan ruang aksi bersama di seluruh pelosok Kalimantan Timur,” kata Soraya. (Adv/Diskominfo Kaltim)

Loading

Solverwp- WordPress Theme and Plugin