Guru besar Unmul kembangkan perikanan berbasis mangrove di Muara Badak

Prof Esti (kanan) saat meninjau kawasan mangrove Desa Muara Badak Ulu, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kaltim (Foto: Unmul)

Samarinda – Guru besar Universitas Mulawarman (Unmul) Kalimantan Timur (Kaltim) mengembangkan sistem perikanan berbasis mangrove atau silvofishery di Muara Badak, Kabupaten Kutai Kartanegara.

“Penerapan metode ini sebagai solusi untuk menyeimbangkan rehabilitasi lingkungan pesisir dengan peningkatan kesejahteraan ekonomi para petambak tradisional,” kata Prof Esti Handayani Hardi di Samarinda, Jumat.

Dosen Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) Unmul itu menginisiasi penerapan teknologi ini untuk membantu kelompok pembudidaya ikan (Pokdakan) Salo Sumbala di kawasan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Delta Mahakam.

Silvofishery adalah sistem pertambakan yang menggabungkan usaha perikanan dengan penanaman mangrove. Ini menjadi upaya terbaik untuk menengahi antara kebutuhan rehabilitasi mangrove dan kegiatan akuakultur yang menjadi mata pencaharian utama masyarakat,” ujar Prof Esti.

Ia menjelaskan kawasan hutan mangrove memiliki peran ekologis yang sangat vital sebagai habitat bagi berbagai jenis ikan, udang, kepiting, dan rumput laut untuk berkembang biak serta mencari makan.

Kelestarian ekosistem ini berbanding lurus dengan hasil tangkapan melimpah nelayan dan potensi pengembangan pariwisata bahari.

Prof Esti mengemukakan metode yang diterapkan di Desa Muara Badak Ulu ini menggunakan pola polikultur, dimana penanaman mangrove tidak hanya dilakukan di pinggiran tanggul tambak, tetapi juga di area tengah.

Melalui areal mangrove secara terpusat, tanaman tersebut berfungsi sebagai pelindung bagi biota laut dari paparan sinar matahari yang berlebihan.

“Tanggul pada dasarnya mudah roboh saat diterjang pasang tinggi. Dengan menanam mangrove, tanggul menjadi lebih kuat karena ditopang oleh sistem perakaran yang kokoh, sehingga dapat mengurangi biaya perawatan secara signifikan,” tutur profesor termuda di Unmul tersebut.

Inisiasi pengembangan silvofishery di Delta Mahakam ini telah dirintis sejak 2005. Program tersebut kemudian diperkuat dengan pembuatan plot percontohan hutan mangrove pada 2021 dan 2022 melalui kemitraan strategis dengan Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM).

“BRGM memiliki program rehabilitasi mangrove di wilayah pesisir. Namun, untuk kawasan tambak milik masyarakat, tentu ada tantangan jika penanaman dilakukan secara intensif, karena dapat mengurangi area budi daya,” jelas Prof Esti.

Oleh karena itu, Unmul menawarkan model silvofishery yang memungkinkan petambak tetap berbudidaya secara optimal sambil merehabilitasi ekosistem mangrove.

Lebih lanjut, ia menekankan fungsi utama mangrove dalam mendukung akuakultur, yakni sebagai penghasil serasah atau guguran daun yang menjadi sumber nutrien untuk pakan alami biota tambak.

“Akar mangrove juga berperan penting dalam menyaring air. Kemampuannya menyerap lumpur, logam berat, dan bahan beracun lainnya menjadikan kualitas air tambak lebih baik dan sehat untuk pertumbuhan ikan, udang, serta kepiting,” kata Prof Esti.(Fan)

Loading

Share on whatsapp
Share on telegram
Share on twitter
Share on facebook
Share on pinterest
Share on print

Solverwp- WordPress Theme and Plugin