Disdikbud Paser evaluasi perekrutan guru honorer pasca kasus asusila

Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kabupaten Paser, Yunus Syam (Foto: Dok)

 

Paser- Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kabupaten Paser melakukan evaluasi sistem perekrutan tenaga guru honorer pasca adanya kasus pelecehan seksual yang dilakukan salah satu oknum guru honorer.

 

“Kami akan evaluasi ke depannya,” kata Kepala Disdikbud Paser Yunus Syam, di Tanah Grogot.

 

Ia mengatakan, ada tiga pelanggaran yang tidak bisa ditolerir bagi pendidik yakni kasus asusila, narkoba, dan korupsi, sehingga pihaknya tidak akan ikut campur ke dalam masalah tersebut.

 

“Kasus asusila oknum guru honorer tersebut kami serahkan ke pihak kepolisian,” katanya.

 

Dia memastikan pelaku asusila tidak akan pernah bisa diterima lagi sebagai pendidik.

 

“Kami tidak akan bisa terima lagi yang bersangkutan untuk jadi guru di sekolah mana pun,” ucapnya.

 

Ia pun meminta kepada kepala sekolah selaku penanggungjawab satuan pendidikan untuk meningkatkan pengawasan kepada guru dan pelajar agar peristiwa asusila di lingkungan sekolah tidak terjadi lagi.

 

Diketahui bahwa oknum guru pelaku asusila itu merupakan tenaga kontrak yang telah bekerja selama 4 tahun di salah satu sekolah di Kecamatan Tanah Grogot.

 

Pihak Kepolisian Resor Paser telah mengamankan oknum tersebut berinisial Fa (29).

 

“Pelaku kami amankan pada Senin, 10 Oktober 2022, sekitar pukul 11 siang tanpa perlawanan. Yang bersangkutan mengakui semua perbuatannya,” kata Kasat Reskrim Polres Paser AKP Gandha Syah Hidayat saat menggelar konferensi pers di Mapolres Paser, Senin (19/10).

 

Ghanda menuturkan, peristiwa pelecehan itu terjadi pada akhir Agustus lalu, sekitar pukul 11.30 WITA di saat jam istirahat sekolah.

 

Atas perbuatannya tersangka disangkakan pasal 82 ayat 1 dan ayat 2, UU nomor 17 tahun 2016 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti UU nomor 1 tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak.

 

“Ancaman pidana paling singkat 5 tahun, paling lama 15 tahun, dengan denda paling banyak Rp5 miliar.

 

Ghanda menambahkan, karena tersangka seorang guru atau pendidik, hukuman bisa diperberat dengan ditambah sepertiga dari ancaman pidana.(*)

 

Sudah dilihat sebanyak 932 kali, Hari ini saja 2 kali