
Samarinda – Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi Kalimantan Timur, Rozani Erawadi, mengatakan manajemen Rumah Sakit Haji Darjad (RSHD) Samarinda bisa dikenakan sanksi pidana akibat keterlambatan pembayaran gaji dan upah lembur karyawannya dengan total tunggakan mencapai Rp1,3 miliar.
“Disnakertrans Kaltim telah melakukan penetapan terhadap hak-hak pekerja yang belum dibayarkan sejak laporan masuk pada April 2025. Penetapan tersebut mencakup upah pokok, lembur, serta denda keterlambatan pembayaran,” kata Rozani di Samarinda, Jumat.
Ia mengatakan, penetapan tersebut sudah dilakukan oleh pengawas tenaga kerja. Jika tidak ditindaklanjuti, maka konsekwensi adalah sanksi pidana. Tidak membayar upah merupakan pelanggaran norma ketenagakerjaan yang bisa dikenai pidana.
Meskipun pihak manajemen RSHD telah memenuhi undangan klarifikasi dari Disnakertrans, Rozani mengatakan data yang disampaikan tidak lengkap.
Dalam keterangannya, manajemen rumah sakit mengklaim mengalami kesulitan finansial sehingga menyebabkan keterlambatan pembayaran kepada karyawan.
Namun, Rozani menegaskan alasan finansial tidak bisa dijadikan dasar untuk menahan hak-hak pekerja.
“Para karyawan tetap menjalankan kewajiban mereka, bahkan hingga rumah sakit menghentikan operasional. Maka sudah seharusnya hak mereka juga diberikan,” ujarnya.
Disnakertrans Kaltim mendorong penyelesaian dilakukan secara bipartit, antara manajemen RSHD dan perwakilan pekerja, guna menghindari proses hukum pidana.
“Kalau bisa dicapai kesepakatan bipartit, tentu lebih baik agar tidak berlanjut ke ranah pidana. Tapi kalau tidak ada iktikad baik, tentu pengawas akan terus mengawal proses hukum,” katanya.
Terkait isu rencana penyitaan aset RSHD, Rozani menegaskan pemerintah tidak memiliki kewenangan untuk menyita aset karena hal tersebut masuk dalam ranah hukum perdata.
“Kami sebagai organisasi publik hanya memastikan norma ketenagakerjaan dipatuhi. Soal aset, itu ranah gugatan perdata. Tapi jika ada pekerja yang menggugat berdasarkan penetapan pengawas, tentu itu dimungkinkan,” katanya.
Jika penetapan upah tetap tidak ditindaklanjuti, kasus akan dilanjutkan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) ke tahap penyidikan dan berpotensi diajukan ke pengadilan pidana.
“Pengawas akan membuat laporan kejadian. Selanjutnya akan ditangani oleh PPNS, diteruskan ke penuntut umum, dan berlanjut ke persidangan,” kata Rozani. (Arm)
![]()