STN Group Astra Agro mendapat apresiasi Menteri LH

limate & Conservation Management Manager Astra Agro, Dian Ary Kurniawan, menjelaskan sarana prasarana yang dimiliki PT STN untuk mempersiapkan antisipasi karhutla (Foto: Astra Agro)

Balikpapan –  PT Sukses Tani Nusasubur (STN), anak usaha PT Astra Agro Lestari Tbk (AAL), ditetapkan sebagai perusahaan percontohan dalam penerapan sistem konsolidasi pengendalian kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) di Kaltim.

“Penetapan ini disampaikan Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq, dalam kegiatan konsolidasi kesiapsiagaan Karhutla di Lapangan Bola PT STN, Jumat (4/7),” kata Climate & Conservation Management Manager Astra Agro, Dian Ary Kurniawan di Balikpapan, Senin.(7/7).

Ia menyebutkan kegiatan yang berlangsung hybrid ini turut dihadiri Gubernur Kaltim Rudy Mas’ud serta jajaran pejabat daerah dan perusahaan sektor kehutanan dan perkebunan. Dalam arahannya, Menteri Hanif menyampaikan apresiasi atas kinerja STN yang dinilai memenuhi standar tinggi pengelolaan risiko karhutla.

Menurut Menteri Hanif penurunan titik panas di Kalimantan Timur merupakan bukti nyata kolaborasi aktif antara pemerintah daerah dan perusahaan. Namun, yang abai akan ditindak tegas sesuai regulasi.

Sebagai bentuk kepatuhan terhadap Peraturan Menteri LHK Nomor 32 Tahun 2016 tentang Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan, PT STN memaparkan sistem mitigasi karhutla berbasis empat pilar utama, yakni pencegahan, kesiapsiagaan, respon cepat, dan kemitraan masyarakat.

Dian menjelaskan sistem pengendalian kebakaran yang dikembangkan perusahaan berbasis empat pilar utama.

Pilar pertama yaitu pencegahan, dilakukan melalui pemetaan area rawan kebakaran dengan mengacu pada data historis titik panas dan pola aktivitas masyarakat.

“Kami melengkapi pemetaan dengan sistem peringatan dini untuk memantau risiko kebakaran secara real-time,” ucap Dian.

Pilar kedua, lanjutnya, merupakan kesiapsiagaan yang meliputi pelatihan rutin bagi tim internal, simulasi kebakaran, pembangunan menara pantau, dan penyediaan sumber air cadangan di titik strategis.

“Kesiapsiagaan tidak hanya soal perlengkapan, tetapi memastikan petugas memahami prosedur ketika situasi darurat muncul,” sebutnya.

Selain itu, respon cepat menjadi pilar ketiga, patroli di lapangan dilakukan secara berkala untuk deteksi awal.

Dian mengemukakan bahwa Menteri Hanif mengingatkan apabila titik api teridentifikasi, tim Fire Brigade diterjunkan dengan pompa air, peralatan pemadam manual, dan dukungan komunikasi lapangan.

Ia mengungkapkan, perusahaannya juga memanfaatkan drone Vertical Take-Off and Landing (V-TOL), guna mendukung pemantauan visual saat musim kemarau.

Adapun pilar keempat mencakup kemitraan masyarakat melalui pembinaan tiga Kelompok Tani Peduli Api (KTPA) dan Masyarakat Peduli Api (MPA) di Desa Labangka, Desa Labangka Barat, dan Desa Babulu Darat.

“Patroli bersama dengan KTPA dan MPA rutin dilakukan agar pengawasan lebih luas,” ungkap Dian.

Dalam kegiatan itu, perusahaan memperkenalkan Tim Fire Brigade yang terdiri dari personel khusus dan staf pendukung. Stand perlengkapan yang disiapkan memperlihatkan berbagai sarana pemadaman, mulai dari pompa bertekanan tinggi, peralatan tangan, perlengkapan komunikasi, hingga drone. Informasi teknis terkait kapasitas peralatan dan prosedur penggunaannya pun disampaikan kepada peserta kegiatan.

“Upaya pencegahan kebakaran yang dilakukan perusahaan sebagai bagian dari kewajiban regulasi sekaligus langkah memperkuat kerja sama multipihak,” katanya.

Diketahui, Kaltim sendiri masih tergolong wilayah rawan karhutla. Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada 29 Juni 2025, terdapat 455 titik panas di seluruh Indonesia dalam 24 jam terakhir, dengan 54 hotspot di Kalimantan Timur.

Jumlah tersebut menjadikan provinsi ini sebagai wilayah dengan titik panas terbanyak ketiga secara nasional.

Selain itu, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memperkirakan puncak musim kemarau di Kalimantan Timur akan terjadi pada Agustus 2025. Penurunan curah hujan dan kelembapan udara selama periode itu diperkirakan meningkatkan potensi kebakaran lahan.

Pemerintah pusat menekankan, penerapan konsolidasi kesiapsiagaan oleh perusahaan perkebunan dapat menjadi contoh praktik untuk direplikasi di wilayah lain yang rawan kebakaran.

Melalui kegiatan ini, pengendalian karhutla diharapkan bukan hanya program sosial perusahaan, tetapi kewajiban yang memiliki konsekuensi hukum apabila diabaikan.(Hab)

Loading

Share on whatsapp
Share on telegram
Share on twitter
Share on facebook
Share on pinterest
Share on print

Solverwp- WordPress Theme and Plugin